WWW.RAJAWALIPOST.BLOGSPOT.COM|TRIBUNNEWS.COM,BOGOR--Awan tebal atau kabut yang menyelimuti puncak Gunung Salak menjadi musuh utama tim evakuasi korban pesawat Sukhoi jatuh. Kabut tebal membatasi jarak pandang sehingga jasad korban tidak bisa diangkut. Kendala lainnya lokasi jatuhnya peswat berada di tebing terjal yang sulit dijangkau.
Seperti, kejadian Jumat sore. Komandan Landasan Udara Atang Sendjaya Marsekal Pertama Tabri Santoso terpaksa menghentikan upaya mengangkut empat kantong jenazah yang telah disiapkan di landasan helikopter di lokasi jatuhnya pesawat.
Tabri mengatakan, helikopter sangat berbahaya bila diterbangkan di tengah kabut tebal. Dikhawatirkan bisa kecelakaan.
Sejak Rabu, saat Sukhoi Superjet100 buatan Rusia jatuh di tebing Gunung Salak, Cidahu, Kabupaten Sukabumi, kabut tebal selalu menyelimuti puncak gunung. Sebentar tersapu, namun sekejap lagi langsung tebal.
Kondisi inilah yang dikeluhkan tim evakuasi. "Semoga besok cuaca terang, agar heli bisa evakuasi dari lokasi," kata Danlanud Atang Sendjaya Marsekal Pertama Tabri Santoso, Jumat lalu saat mengehntikan upaya evakuasi SAR udara.
Sabtu pagi, harapan serupa dilontarkan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Sabtu (12/5/2012).
"Semoga cuaca terang. Mari kita doakan, kalau cuaca cerah, Isnya Allah evakuasi cepat beres," kata Ahmad Heryawan, saat meninjau kegiatan aktivitas evakuasi di lapangan transit, Lapangan SMP Negeri 1 Cijeruk, Cipelang, Cijeruk Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Harapan Tabri, Ahmad Heryawan, dan tentu saja keluarga para korban Sukhoi jatuh itu, akhirnya terwujud. Tapi tahukah anda ada prosesi ritual-tradisional yang sesuai adat-istiadat warga kaki Gunung Salak di balik itu? Namanya tawasulan qubro.
Boleh percaya, boleh tidak. Namun ini kenyataan.
Sabtu pagi, mobil doble kabin, Mitsubishi Strada mengangkut sejumlah orang pemuka masyarakat Cipelang, Cijeruk. Bersama mereka, dibawa pula nasi tumpeng, dengan menu khusus petai bakar dan ikan pedak atau ikan kembung, juga dibakar.
"Saya baru membawa para pemuka masyarakat ke atas. Bawa nasi tumpeng dan sajen. Di atas akan diadakan ritual," kata seorang anggota polisi dari Polsek Cijeruk.
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda Cijeruk H Marsa Abdullah, membenarkan adanya doa dengan pendekatan ritual lokal.
Menurutnya, tumpengan digelar selain melanjutkan tradisi turun-temurun warga sekitar Gunung Salak, juga atas dukungan keluarga korban. Ada keluarga korban yang meminta nasihat orang pintar atau paranormal dari luar Cijeruk menganjurkan adanya acara ritual lokal.
"Tumpengan ini dilakukan, karena upaya sudah berhari-hari tapi mayat belum bisa dievakuasi semua. Kita khawatir masih ada yang diselimuti gaib, jadi kita berharap supaya dibukakan," ujar Kiai Haji Marsa, ditemui Tribunnews.com di kediamannya di kampung Pasir Pogor, Cijeruk, Sabtu siang.
Lewat doa ini, katanya berharap, ada mukjizat, semoga masih ada penumpang yang hidup sehingga bisa bersaksi memberi keterangan soal musibah jatuhnya Sukhoi, sejak Rabu lalu. "Walaupun agak mustahil, 100 persen mati. Tapi itu usah-usaha saja," kata laki-laki paruhbaya ini.
Saat ditemui Tribunnews.com, KH Marsa sedang menerima dua tamu, pemuka masyarakat Cijeruk. Salah satunya, Habib Mukhsin Barakbah, tinggal di kaki Gunung Salak, Kampung Palasari, Cijeruk.
"Itu usulan paranormal yang lain. Lalu mereka komunikasi ke saya. Ya saya pikir, kalau demi kebaikan, dan tidak kemusryikan, saya bersedia mengarahkan. Lalu dibikin tumpeng dengan menu petai bakar dan ikan bakar," ujarnya.
"Dan kita berdoa, agar tim penyelamat pun selamat, tidak ada yang celaka," sembari menyebut, Jordan, wartawan salahsatu media pun diduga sempat disesatkan makhluk gaib Gunung Salak.
Sabtu pagi, sedianya, KH Marsa yang akan mengantar tumpeng dan sajen petai-ikan bakar ke arah puncak, namanya Puncak Manik.
Namun dia mewakilkan kepada pemuka masyarakat lainnya karena Jumat malam dia dihubungi Bupati Bogor tidak pergi ke mana-mana, untuk menerima kunjungan Gubernur Jabar Ahmad Haryawan ke Cijeruk.
Lokasi doa dan membawa sajen untuk makhluk gaib Gunung Salak dilakukan di landasan helikopter memasok logistik kepada tim evakuasi di lokasi jatuhnya pesawat, atau di Posko 3.
"Sebenarnya di rumah pun tawasulan boleh, tetapi supaya lebih mantap, dilakukan di kawasan Gunung Salak," ujarnya.
Biasanya, habis tawasulan, tumpang, dimakan semuanya orang yang terlibat. Dan tidak boleh dibuang.
Habib Mukhsin mengibaratkan tumpengan ini seperti syukuran atas kelahiran anak.
"Kalau dalam kelahiran anak ada penebusan nyawa, ada akekah. Dalam kelahiran laki-laki kan sunnahnya, dipotong dua kambing. Sedangkan untuk anak perempuan, satu kambing," katanya.
Lalu kambing itu dipotong dan dimakan rame-rame, bukan roh gaib yang makan, tapi badan kita. Kalau roh-roh itu yang dikasi makan, atau nasinya dibuang, itu justru musryik," kata Habib lagi.
"Usai tumpengan, terbukti cuaca terang, dan evakuasi bisa dilakukan hari ini," apa artinya kaitannya ini?" tanya Tribun.
KH Marsa menjawab, "Sejak dulu ada isyarat. Ini bukan menyembah Gunung Salak, kita tidak boleh musryik, tidak ada Tuhan yang lain disembah. Kalau kemusryikan, menyembah selain Allah."
0 comments:
Post a Comment