Oleh: Erianto Anas
Taat dengan memahami berbeda.
Secara gamblang taat biasanya dikonotasikan sebagai rajin melaksanakan ritual keagamaan. Misalnya seorang muslim rajin melakukan sholat, berdoa, puasa, zakat dan seterusnya. Begitu juga dengan rajin membaca Alquran. Dan hal-hal yang besifat seremonial keagamaan lainnya dalam agama Islam.
Semua itu merupakan tindakan zahir. Dan untuk bisa menajdi taat ini dibutuhkan kemauan dan tekad untuk tidak pernah alfa dalam melakukannya. Dan bisanya taat ini dilatihkan leh lingkungan kegamaan seseorang, misalnya oleh orang tua, guru agama dan sejenisnya. Soal apakah tindakan itu disertai dengan sikap dan penghayatan bathin sudah diluar konteks konotasi taat. Karena sikap bathin seseorang tidak ada yang tahu. Dan tidak ada alat ukur yang bisa menjamahnya.
Sedangkan memahami lebih berkonotasi pada pengetahuan. Pada penalaran. Pada wawasan seseorang terhadap agama Islam. Atau dalam istilah lain, memahami lebih berkonotsi pada sisi intelektualitas seseorang terhadap agama Islam. Yang dibutuhkan disini adalah sisi pengetahuan dan penalaran. Bukan lagi dalam bentuk tindakan melakukan ritual keagamaan. Karena yang dibutuhkan adalah kapasitas intelektual, maka untuk memahami Islam tidak harus seseorang memeluk atau meyakini Islam agar dia bisa memahami Islam. Itu sebabnya bisa terjadi seorang Islamis atau Orientalis bisa lebih memahami Islam dari pada umat Islam sendiri.
Sebutlah misalnya tentang sejarah Islam.
Seorang yang begitu rajin melaksanakan sholat dan puasa, bisa jadi sangat awan dengan sejarah di seputar Alquran. Akan tetapi seorang yang jarang sholat, bahkan non muslim sekalipun, bisa menjadi seorang sejarawan Alquran. Karena yang dibutuhkan untuk menjadi ahli sejarah Alquran bukan sholat atau puasa. Tetapi adalah menguasai literatur dan perangkat metodologis untuk melakukan penelitian sejarah. Begitu juga dalam bidang-bidang keislaman lainnya seperti pada Filsafat, Ilmu Kalam, Tasauf, Fiqh dan sebagainya.
Itu sebabnya seorang yang taat beragama bukan identik bahwa dia sekaligus juga memiliki pemahaman akan agama Islam. Begitu juga sebaliknya, seorang yang begitu paham dan sangat berawawasan terhadap Islam, belum tentu juga taat dalam melaksanakan ritual keagamaan. Walaupun juga ada yang memiliki keduanya. Dengan kata lain, keduanya memiliki pendekatan yang berbeda. Taat mesti didekati dengan tindakan fisik. Sedangkan memahami lebih merupakan aktifitas intelektual.
Sumber: Rak buku Erianto Anas
Taat dengan memahami berbeda.
Secara gamblang taat biasanya dikonotasikan sebagai rajin melaksanakan ritual keagamaan. Misalnya seorang muslim rajin melakukan sholat, berdoa, puasa, zakat dan seterusnya. Begitu juga dengan rajin membaca Alquran. Dan hal-hal yang besifat seremonial keagamaan lainnya dalam agama Islam.
Semua itu merupakan tindakan zahir. Dan untuk bisa menajdi taat ini dibutuhkan kemauan dan tekad untuk tidak pernah alfa dalam melakukannya. Dan bisanya taat ini dilatihkan leh lingkungan kegamaan seseorang, misalnya oleh orang tua, guru agama dan sejenisnya. Soal apakah tindakan itu disertai dengan sikap dan penghayatan bathin sudah diluar konteks konotasi taat. Karena sikap bathin seseorang tidak ada yang tahu. Dan tidak ada alat ukur yang bisa menjamahnya.
Sedangkan memahami lebih berkonotasi pada pengetahuan. Pada penalaran. Pada wawasan seseorang terhadap agama Islam. Atau dalam istilah lain, memahami lebih berkonotsi pada sisi intelektualitas seseorang terhadap agama Islam. Yang dibutuhkan disini adalah sisi pengetahuan dan penalaran. Bukan lagi dalam bentuk tindakan melakukan ritual keagamaan. Karena yang dibutuhkan adalah kapasitas intelektual, maka untuk memahami Islam tidak harus seseorang memeluk atau meyakini Islam agar dia bisa memahami Islam. Itu sebabnya bisa terjadi seorang Islamis atau Orientalis bisa lebih memahami Islam dari pada umat Islam sendiri.
Sebutlah misalnya tentang sejarah Islam.
Seorang yang begitu rajin melaksanakan sholat dan puasa, bisa jadi sangat awan dengan sejarah di seputar Alquran. Akan tetapi seorang yang jarang sholat, bahkan non muslim sekalipun, bisa menjadi seorang sejarawan Alquran. Karena yang dibutuhkan untuk menjadi ahli sejarah Alquran bukan sholat atau puasa. Tetapi adalah menguasai literatur dan perangkat metodologis untuk melakukan penelitian sejarah. Begitu juga dalam bidang-bidang keislaman lainnya seperti pada Filsafat, Ilmu Kalam, Tasauf, Fiqh dan sebagainya.
Itu sebabnya seorang yang taat beragama bukan identik bahwa dia sekaligus juga memiliki pemahaman akan agama Islam. Begitu juga sebaliknya, seorang yang begitu paham dan sangat berawawasan terhadap Islam, belum tentu juga taat dalam melaksanakan ritual keagamaan. Walaupun juga ada yang memiliki keduanya. Dengan kata lain, keduanya memiliki pendekatan yang berbeda. Taat mesti didekati dengan tindakan fisik. Sedangkan memahami lebih merupakan aktifitas intelektual.
Sumber: Rak buku Erianto Anas
0 comments:
Post a Comment