WWW.RAJAWALIPOST.BLOGSPOT.COM|JIKA Anda pembaca setia novel dengan kisah cinta yang menyayat hati atau justru membawa Anda melayang bersama sosok idaman yang dikisahkan, berhati-hatilah. Psikolog Susan Quilliam menemukan sejumlah besar masalah yang dialami kliennya dipengaruhi oleh fiksi romantis.
Susan, dalam sebuah artikel di “Jurnal Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi”, seperti disitat dari Idiva mengatakan, perempuan modern masih sangat dipengaruhi oleh cinta ideal dan seks sempurna seperti yang dihadirkan dalam kisah-kisah fiksi romantis. Namun, pendapat Susan ini diklarifikasi seorang penggemar fiksi romantis, Jahnvi Das.
"Aku tidak membaca fiksi romantis lagi, tetapi itu adalah bacaan di masa remaja saya, untuk saya dan teman-teman saya. Dan kita baik-baik saja. Kami menemukan jenis pria yang kita cari, beberapa dari kita bahkan bahagia," ujar Jahnvi.
Pendapat Jahnvi juga didukung penggemar lainnya yang mengatakan, bahwa pemikiran untuk mencari sosok pangeran berdasarkan kisah dongeng saat anak-anak, ternyata tidak benar-benar dilakukan. Saat dewasa, mereka menyadari bahwa sosok ideal itu hanya ada sedikit dan belum tentu baik bagi mereka.
Susan menekankan, inti permasalahan akibat membaca fiksi romantis adalah tekanan pada diri sendiri untuk membangun cinta dan hubungan dengan pasangan yang juga sempurna dalam kehidupan nyata. Di mana, hal-hal tersebut biasanya tergambar dalam barisan kalimat novel romantis.
Baik Jahnvi maupun Susan kali ini bersepakat, sosok ideal dalam fiksi romantis tak pernah benar-benar ada di kehidupan nyata.
“Semua pria dan wanita memiliki kelemahan,” tutup Jahnvi.(okezone)
Susan, dalam sebuah artikel di “Jurnal Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi”, seperti disitat dari Idiva mengatakan, perempuan modern masih sangat dipengaruhi oleh cinta ideal dan seks sempurna seperti yang dihadirkan dalam kisah-kisah fiksi romantis. Namun, pendapat Susan ini diklarifikasi seorang penggemar fiksi romantis, Jahnvi Das.
"Aku tidak membaca fiksi romantis lagi, tetapi itu adalah bacaan di masa remaja saya, untuk saya dan teman-teman saya. Dan kita baik-baik saja. Kami menemukan jenis pria yang kita cari, beberapa dari kita bahkan bahagia," ujar Jahnvi.
Pendapat Jahnvi juga didukung penggemar lainnya yang mengatakan, bahwa pemikiran untuk mencari sosok pangeran berdasarkan kisah dongeng saat anak-anak, ternyata tidak benar-benar dilakukan. Saat dewasa, mereka menyadari bahwa sosok ideal itu hanya ada sedikit dan belum tentu baik bagi mereka.
Susan menekankan, inti permasalahan akibat membaca fiksi romantis adalah tekanan pada diri sendiri untuk membangun cinta dan hubungan dengan pasangan yang juga sempurna dalam kehidupan nyata. Di mana, hal-hal tersebut biasanya tergambar dalam barisan kalimat novel romantis.
Baik Jahnvi maupun Susan kali ini bersepakat, sosok ideal dalam fiksi romantis tak pernah benar-benar ada di kehidupan nyata.
“Semua pria dan wanita memiliki kelemahan,” tutup Jahnvi.(okezone)
0 comments:
Post a Comment