Posting cerpen by: fa
Aku tahu bahwa apa yang kuyakini saat ini tentang dirimu adalah sebuah kesalahan. Kesalahan yang menyenangkan dan membuatku hidup. Hidup dengan terus dapat berada disampingmu.
Ya, walaupun semua orang mengatakan bahwa aku gila. Bahwa cinta ini cinta gila. Bahwa sayang ini tak masuk akal. Bahwa kau tak pernah pantas untuk wanita baik-baik sepertiku. Bahwa pada akhirnya aku tetap tidak mau perduli. Bahwa kita memang berbeda. Tapi apa yang menarik mencintai seseorang yang sama dengan kita, yang jika menatapnya sama saja dengan bercermin. Bukankah setiap orang selalu merasa ada yang salah dengan dirinya, dan selalu berusaha menjadi orang lain. Lalu apa yang menarik dengan sosok manusia yang sama seperti dirimu. Temukanlah seseorang yang memiliki sesuatu yang tak kau miliki dan nikmatilah. Untuk apa mencari sesuatu yang telah kita miliki. Membosankan.
Aku tahu ini memang sedikit tidak masuk akal, tapi kesempurnaan memang hanya milik Tuhan bukan. Jadi tidak perlu membuang waktumu untuk mencocokkan semua hal. Keunikan datang dari ketidak cocokan. Merah dengan merah atau biru dengan biru itu sudah biasa. Tapi bagaimana jika ungu datang bersama orange? Bagaimana jika biru datang bersama kuning. Seseorang pasti akan bertanya apa yang telah terjadi dan mencari tahu. Oke, aku memang tidak pintar memilih perandaian, jadi aku anggap kalian sudah mengerti dengan baik apa yang aku katakan barusan.
Bye. I love you Kian. No matter what happen. No matter where I am.
“I love you too Katt.” Kian menjawab kalimat terakhir yang tertulis dari lembar terakhir buku diary Katt.
Kian menutup lembar terakhir dari buku diary itu, buku bersampul biru muda. Warna kesukaan Katt atau Katty tepatnya. Perempuan yang sudah hampir 6 tahun ini selalu ada disisinya. Perempuan yang benci rokok tetapi rela mencintai seorang perokok berat. Perempuan yang alergi debu, tapi sanggup untuk berlama-lama menemani Kian memotret objek kesukaannya. Yaitu pinggiran kota. Perempuan yang pintar tetapi rela menanggung malu berjalan berdampingan dengan seorang pria yang hanya berijazah SMA. Membawa Kian kesetiap pertemuan kantor mau pun keluarga. Menelan setiap ejekan teman sekantor tentang kenyataan malang yang dia hadapi. Dan sekarang kemana perempuan itu menghilang.
***
1 bulan yang lalu...
Akhirnya hari itu datang juga. Hari dimana Katt meledak, karena setiap jengkal nasihatnya yang selalu saja mental untuk Kian.
“Kamu boleh merokok tapi tidak untuk alkohol. Aku tidak mau anakku nanti kehilangan ayahnya sebelum dia bisa bicara dengan jelas.”
“Buang semua ganja itu! Mereka membuat memorymu hilang!”
“Kian please sesekali mandilah dan cuci rambutmu!”
“Mengemudi sambil mabuk adalah bunuh diri!”
“Bisa tidak kamu hidup normal. Aku tidak minta kamu jadi special atau semacamnya.”
“Sebenarnya kamu pernah ngga sih mikirin masa depan kita?”
Dan sampailah kedetik itu, ketika Katt menemukan Kian berciuman dengan seorang wanita nakal diclub. Semua karena alkohol, cocaine dan rokok yang berlebihan.
“PAK!” tamparan yang tepat sasaran. (bahkan lukanya saja masih membekas sampai sekarang).
“Sebenarnya apa sih yang salah dari aku? Apa aku kurang bisa kasih apa yang kamu mau! Apa kamu mau aku buka dulu setengah baju aku seperti dia dan mencium setiap laki-laki di tempat ini!”
Kian bahkan tidak bisa mengingat kejadian itu dengan jelas.
Katt menarik tangan Kian dan menyeretnya keluar dari Club.
“Aku cinta kamu Kian dan apa itu salah?!”
“Salah lah, ngapain kamu cinta sama aku!” balas Kian.
“Ngapain kamu bilang?! Kamu mulai sama dengan mereka semua yang mempertanyakan kewarasanku karena mencintai kamu?!” Katt. Tangannya mengarah keudara.
“Look! Apa aku pernah nyuruh kamu untuk selalu bela kekurangan aku?! Ha?!” bentak Kian sembari menunjuk-nunjuk Katt tepat di depan wajahnya.
“Atau aku pernah maksa kamu untuk selalu terus berada disisiku, mengikutiku seperti binatang peliharaan?!” lanjut Kian, tanpa dapat ia kontrol. Dan memang dia tidak berniat untuk mengontrolnya.
“PAK!” sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiri Kian, dan itu hanya cukup untuk membuatnya diam beberapa saat saja.
“Lo nampar gue lagi?” desahnya.
“PAK!” Kali ini sebuah pukulan lainnya. Air mata Katt tak tertahan lagi, ia menangis. Jika saja kalian tahu, menangis adalah pilihan terakhirnya untuk menyelesaikan keadaan atau menyalahkan keadaan tepatnya. Katt adalah perempuan yang nyaris tidak pernah menangis dalam hidupnya. Katt bahkan sampai jatuh berjongkok untuk menahan tangisnya yang mulai terisak. Lalu beberapa detik setelahnya dia kembali bangkit dengan mata yang tak dapat lagi menampung air yang terus keluar.
“Apa ada satu orang saja di dunia ini yang bisa memaksakan harus jatuh cinta pada siapa?! Aku tidak akan pernah memilih kamu jika aku mampu merubahnya! Aku akan berhenti untuk melakukan hal bodoh ini jika saja aku mampu!” Katt mempertahankan hal yang tak berguna detik ini.
“Dan itu salah aku?! Hah?! Pergi dari sini dan jangan pernah kembali!” Kian kembali memulai keidiotannya. Dan detik ini Katt bukanlah seseorang yang dapat memaklumi.
Katt menarik salah satu tangan Kian dengan sisa-sisa kekuatannya.
“Tarik kata-kata kamu barusan Kian!”
Semua sia-sia karena Kian malah menampik tangan Katt dengan kasar, “NGGA!”
“Tarik kata-kata kamu barusan Kian, atau aku benar-benar akan pergi dan nggak akan kembali lagi apa pun yang terjadi!”
“Terserah.” Ya, itulah kata terakhir yang dilepas Kian dan itu adalah kata yang sanggup untuk dia sesali seumur hidupnya. Karena sampai detik ini datang, Katt tak pernah kembali. Menghilang dan tak sanggup ia temukan. Bukan ia tidak mencari, tetapi semua orang yang mengenal Katt akan dengan senang hati menutupi keberadaannya dari laki-laki macam Kian. Bahkan bila perlu mereka akan mengadakan pesta untuk mensyukurinya.
Katt. Wanita tangguh itu akhirnya menyerah.
***
Aku tahu bahwa apa yang kuyakini saat ini tentang dirimu adalah sebuah kesalahan. Kesalahan yang menyenangkan dan membuatku hidup. Hidup dengan terus dapat berada disampingmu.
Ya, walaupun semua orang mengatakan bahwa aku gila. Bahwa cinta ini cinta gila. Bahwa sayang ini tak masuk akal. Bahwa kau tak pernah pantas untuk wanita baik-baik sepertiku. Bahwa pada akhirnya aku tetap tidak mau perduli. Bahwa kita memang berbeda. Tapi apa yang menarik mencintai seseorang yang sama dengan kita, yang jika menatapnya sama saja dengan bercermin. Bukankah setiap orang selalu merasa ada yang salah dengan dirinya, dan selalu berusaha menjadi orang lain. Lalu apa yang menarik dengan sosok manusia yang sama seperti dirimu. Temukanlah seseorang yang memiliki sesuatu yang tak kau miliki dan nikmatilah. Untuk apa mencari sesuatu yang telah kita miliki. Membosankan.
Aku tahu ini memang sedikit tidak masuk akal, tapi kesempurnaan memang hanya milik Tuhan bukan. Jadi tidak perlu membuang waktumu untuk mencocokkan semua hal. Keunikan datang dari ketidak cocokan. Merah dengan merah atau biru dengan biru itu sudah biasa. Tapi bagaimana jika ungu datang bersama orange? Bagaimana jika biru datang bersama kuning. Seseorang pasti akan bertanya apa yang telah terjadi dan mencari tahu. Oke, aku memang tidak pintar memilih perandaian, jadi aku anggap kalian sudah mengerti dengan baik apa yang aku katakan barusan.
Bye. I love you Kian. No matter what happen. No matter where I am.
“I love you too Katt.” Kian menjawab kalimat terakhir yang tertulis dari lembar terakhir buku diary Katt.
Kian menutup lembar terakhir dari buku diary itu, buku bersampul biru muda. Warna kesukaan Katt atau Katty tepatnya. Perempuan yang sudah hampir 6 tahun ini selalu ada disisinya. Perempuan yang benci rokok tetapi rela mencintai seorang perokok berat. Perempuan yang alergi debu, tapi sanggup untuk berlama-lama menemani Kian memotret objek kesukaannya. Yaitu pinggiran kota. Perempuan yang pintar tetapi rela menanggung malu berjalan berdampingan dengan seorang pria yang hanya berijazah SMA. Membawa Kian kesetiap pertemuan kantor mau pun keluarga. Menelan setiap ejekan teman sekantor tentang kenyataan malang yang dia hadapi. Dan sekarang kemana perempuan itu menghilang.
***
1 bulan yang lalu...
Akhirnya hari itu datang juga. Hari dimana Katt meledak, karena setiap jengkal nasihatnya yang selalu saja mental untuk Kian.
“Kamu boleh merokok tapi tidak untuk alkohol. Aku tidak mau anakku nanti kehilangan ayahnya sebelum dia bisa bicara dengan jelas.”
“Buang semua ganja itu! Mereka membuat memorymu hilang!”
“Kian please sesekali mandilah dan cuci rambutmu!”
“Mengemudi sambil mabuk adalah bunuh diri!”
“Bisa tidak kamu hidup normal. Aku tidak minta kamu jadi special atau semacamnya.”
“Sebenarnya kamu pernah ngga sih mikirin masa depan kita?”
Dan sampailah kedetik itu, ketika Katt menemukan Kian berciuman dengan seorang wanita nakal diclub. Semua karena alkohol, cocaine dan rokok yang berlebihan.
“PAK!” tamparan yang tepat sasaran. (bahkan lukanya saja masih membekas sampai sekarang).
“Sebenarnya apa sih yang salah dari aku? Apa aku kurang bisa kasih apa yang kamu mau! Apa kamu mau aku buka dulu setengah baju aku seperti dia dan mencium setiap laki-laki di tempat ini!”
Kian bahkan tidak bisa mengingat kejadian itu dengan jelas.
Katt menarik tangan Kian dan menyeretnya keluar dari Club.
“Aku cinta kamu Kian dan apa itu salah?!”
“Salah lah, ngapain kamu cinta sama aku!” balas Kian.
“Ngapain kamu bilang?! Kamu mulai sama dengan mereka semua yang mempertanyakan kewarasanku karena mencintai kamu?!” Katt. Tangannya mengarah keudara.
“Look! Apa aku pernah nyuruh kamu untuk selalu bela kekurangan aku?! Ha?!” bentak Kian sembari menunjuk-nunjuk Katt tepat di depan wajahnya.
“Atau aku pernah maksa kamu untuk selalu terus berada disisiku, mengikutiku seperti binatang peliharaan?!” lanjut Kian, tanpa dapat ia kontrol. Dan memang dia tidak berniat untuk mengontrolnya.
“PAK!” sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiri Kian, dan itu hanya cukup untuk membuatnya diam beberapa saat saja.
“Lo nampar gue lagi?” desahnya.
“PAK!” Kali ini sebuah pukulan lainnya. Air mata Katt tak tertahan lagi, ia menangis. Jika saja kalian tahu, menangis adalah pilihan terakhirnya untuk menyelesaikan keadaan atau menyalahkan keadaan tepatnya. Katt adalah perempuan yang nyaris tidak pernah menangis dalam hidupnya. Katt bahkan sampai jatuh berjongkok untuk menahan tangisnya yang mulai terisak. Lalu beberapa detik setelahnya dia kembali bangkit dengan mata yang tak dapat lagi menampung air yang terus keluar.
“Apa ada satu orang saja di dunia ini yang bisa memaksakan harus jatuh cinta pada siapa?! Aku tidak akan pernah memilih kamu jika aku mampu merubahnya! Aku akan berhenti untuk melakukan hal bodoh ini jika saja aku mampu!” Katt mempertahankan hal yang tak berguna detik ini.
“Dan itu salah aku?! Hah?! Pergi dari sini dan jangan pernah kembali!” Kian kembali memulai keidiotannya. Dan detik ini Katt bukanlah seseorang yang dapat memaklumi.
Katt menarik salah satu tangan Kian dengan sisa-sisa kekuatannya.
“Tarik kata-kata kamu barusan Kian!”
Semua sia-sia karena Kian malah menampik tangan Katt dengan kasar, “NGGA!”
“Tarik kata-kata kamu barusan Kian, atau aku benar-benar akan pergi dan nggak akan kembali lagi apa pun yang terjadi!”
“Terserah.” Ya, itulah kata terakhir yang dilepas Kian dan itu adalah kata yang sanggup untuk dia sesali seumur hidupnya. Karena sampai detik ini datang, Katt tak pernah kembali. Menghilang dan tak sanggup ia temukan. Bukan ia tidak mencari, tetapi semua orang yang mengenal Katt akan dengan senang hati menutupi keberadaannya dari laki-laki macam Kian. Bahkan bila perlu mereka akan mengadakan pesta untuk mensyukurinya.
Katt. Wanita tangguh itu akhirnya menyerah.
***
0 comments:
Post a Comment