Pasti takkan pernah terfikirkan
olehmu bahwa perjumpaan kita
selalu kunanti. Kau pun takkan
percaya bahwa kepergianmu
tinggalkan kesan yang mengendap
menjadi onggokan kenangan di sini,
bahkan menjelma rindu yang akan
selalu rontok.
Kau datang dalam guliran waktu
dan hidupku ini. Waktu yang selalu
mempersembahkan kisah-kisah
baru bagi perjalananku. Entah
kisah-kisah nyata ataupun hanya
sebuah fatamorgana. Kau datang
dan mengada di dalamnya,
bersama dalam mimpi. Sebuah
mimpi yang menjelma dalam
kenyataan, atau sebenarnya
hanyalah sebuah kenyataan yang
menjelma dalam mimpiku. Aku
merasa seolah terperangkap dalam
kisah ini. Sulit bagiku untuk
mengakhiri perjalanan ini, sama
sulitnya jika kuharus menjawab
pertanyaan siapa yang
membawamu datang ke guliran
waktuku, dimana kita sempat
bertemu dan bertemu lagi.
Kau datang dalam guliran waktu
dan hidupku ini. Waktu dimana aku
merasa bahwa kau telah
menjamah hatiku dengan sikap
acuh serta segala keangkuhan
yang kau miliki yang justru
terkesan begitu menarik di mataku.
Kupandang sekeliling begitu
tenang, berpgar kabut tipis sejuk,
seakan waktu akan selamanya
seperti ini. Pertemuan kita bagai
mimpi, antara ada dan tiada.
Kau ingat bagaimana pertama kali
kita bertegur sapa? dunia belum
terik pada September beberapa
tahun silam. Kau menyapaku lewat
telepon. Bukan menyapa.. tapi lebih
tepatnya hanyalah menanyakan
seseorang melaluiku dengan nada
suaramu yang naik setengah oktaf.
Sesaat saja aku merasa begitu
membencimu meski aku tak tau
siapa kau sebenarnya. Sejak itu dan
hari selanjutnya, rasa benci ini
makin menjadi terhadapmu.
Kuarsa tetap bergulir hingga
semuanya berubah pada suatu
ketika. Sesaat saja aku merasa
ingin berikan senyum terbaikku
untukmu. Entah karena aku merasa
serupa wajah asing atau ada alasan
lain. Ah… ternyata semuanya
memang telah berubah. Entahlah..
tapi yang pasti, setelah kuberikan
senyum terbaikku, aku mulai
merasa betah dan enggan untuk
beranjak darimu.
Beberapa tahun kemudian, saat
kau putuskan tuk tinggalkanku
sejenak (itu yang kau ucapkan
padaku), kau bahkan tak beri
sedikit kabar yang melegakan
untukku. Jarak begitu
membentang. Dalam hati
kuendapkan perasaanku
tentangmu, kutanyakan relasiku
denganmu. Hingga pada suatu hari,
ketika kuangkat dering ponselku:
“Ohayo Gozimassu!”
Sapamu pecahkan kebisuan di
bentang jarak yang telah kali
kesekian mengendap rinduku
padamu. Di sini aku akan tetap
menanti serupa pasir di hamparan
pantai yang akan tetap setia
menantimu hinggap kembali untuk
labuhkan lelahmu padaku, atau jika
mungkin, belaian ombakku kan
surutkan sedihmu.
Kau tau, sampai saat ini aku masih
bertahan untuk menyimpan dan
menjaga rasaku untukmu,
seseorang yang telah datang dan
selalu hadir dalam guliran waktuku,
dan entah sampai kapan.
———————————————————–
Napak tilas jejak kesan yang kau
tinggalkan
di sepanjang jalan dan kelokan
menuju Jepang.
————————————————————
Oleh: Wulan Ews
olehmu bahwa perjumpaan kita
selalu kunanti. Kau pun takkan
percaya bahwa kepergianmu
tinggalkan kesan yang mengendap
menjadi onggokan kenangan di sini,
bahkan menjelma rindu yang akan
selalu rontok.
Kau datang dalam guliran waktu
dan hidupku ini. Waktu yang selalu
mempersembahkan kisah-kisah
baru bagi perjalananku. Entah
kisah-kisah nyata ataupun hanya
sebuah fatamorgana. Kau datang
dan mengada di dalamnya,
bersama dalam mimpi. Sebuah
mimpi yang menjelma dalam
kenyataan, atau sebenarnya
hanyalah sebuah kenyataan yang
menjelma dalam mimpiku. Aku
merasa seolah terperangkap dalam
kisah ini. Sulit bagiku untuk
mengakhiri perjalanan ini, sama
sulitnya jika kuharus menjawab
pertanyaan siapa yang
membawamu datang ke guliran
waktuku, dimana kita sempat
bertemu dan bertemu lagi.
Kau datang dalam guliran waktu
dan hidupku ini. Waktu dimana aku
merasa bahwa kau telah
menjamah hatiku dengan sikap
acuh serta segala keangkuhan
yang kau miliki yang justru
terkesan begitu menarik di mataku.
Kupandang sekeliling begitu
tenang, berpgar kabut tipis sejuk,
seakan waktu akan selamanya
seperti ini. Pertemuan kita bagai
mimpi, antara ada dan tiada.
Kau ingat bagaimana pertama kali
kita bertegur sapa? dunia belum
terik pada September beberapa
tahun silam. Kau menyapaku lewat
telepon. Bukan menyapa.. tapi lebih
tepatnya hanyalah menanyakan
seseorang melaluiku dengan nada
suaramu yang naik setengah oktaf.
Sesaat saja aku merasa begitu
membencimu meski aku tak tau
siapa kau sebenarnya. Sejak itu dan
hari selanjutnya, rasa benci ini
makin menjadi terhadapmu.
Kuarsa tetap bergulir hingga
semuanya berubah pada suatu
ketika. Sesaat saja aku merasa
ingin berikan senyum terbaikku
untukmu. Entah karena aku merasa
serupa wajah asing atau ada alasan
lain. Ah… ternyata semuanya
memang telah berubah. Entahlah..
tapi yang pasti, setelah kuberikan
senyum terbaikku, aku mulai
merasa betah dan enggan untuk
beranjak darimu.
Beberapa tahun kemudian, saat
kau putuskan tuk tinggalkanku
sejenak (itu yang kau ucapkan
padaku), kau bahkan tak beri
sedikit kabar yang melegakan
untukku. Jarak begitu
membentang. Dalam hati
kuendapkan perasaanku
tentangmu, kutanyakan relasiku
denganmu. Hingga pada suatu hari,
ketika kuangkat dering ponselku:
“Ohayo Gozimassu!”
Sapamu pecahkan kebisuan di
bentang jarak yang telah kali
kesekian mengendap rinduku
padamu. Di sini aku akan tetap
menanti serupa pasir di hamparan
pantai yang akan tetap setia
menantimu hinggap kembali untuk
labuhkan lelahmu padaku, atau jika
mungkin, belaian ombakku kan
surutkan sedihmu.
Kau tau, sampai saat ini aku masih
bertahan untuk menyimpan dan
menjaga rasaku untukmu,
seseorang yang telah datang dan
selalu hadir dalam guliran waktuku,
dan entah sampai kapan.
———————————————————–
Napak tilas jejak kesan yang kau
tinggalkan
di sepanjang jalan dan kelokan
menuju Jepang.
————————————————————
Oleh: Wulan Ews
0 comments:
Post a Comment