WWW.RAJAWALIPOST.BLOGSPOT.COM| SIGLI-Kepolisian Resor Pidie akhirnya menetapkan Tgk Saiful Bahri bin Ahmad Abu sebagai tersangka kasus penistaan dan penghinaan saat menyampaikan khutbah Jumat pada 9 September lalu di Masjid Raya Keumala Gampong Jijiem, Kecamatan Keumala, Pidie. Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, Tgk Saiful belum ditahan. Namun, entah kenapa, menjelang petang kemarin, Kapolda Aceh di Banda Aceh menyatakan kepada pers bahwa status Tgk Saiful masih sebagai saksi. Tgk Saiful adalah khatib yang pada hari nahas itu mengaku dikeroyok delapan jamaah, karena isi ceramahnya dinilai menyebarkan kebencian dan berisi kampanye politik. Kasus langka ini menarik perhatian publik, bahkan banyak ormas yang menyesalkan kejadian itu.
Seperti disiarkan harian ini sebelumnya, polisi di Pidie menjelaskan, status tersangka itu dilekatkan kepada Tgk Saiful karena ada orang yang mengadukannya, Tgk Ilyas, anggota DPRK Pidie dari Partai Aceh (PA) yang hadir ketika Saiful berkhutbah. Tgk ILyas merasa dirugikan atas khutbah yang Tgk Saiful sampaikan.
Dari laporan yang disampaikan Ilyas bersama tiga saksi lainnya, maka sudah cukup alasan bagim polisi menetapkan Tgk Saiful sebagai tersangka pelaku penghinaan dan penistaan di hadapan umum. Oleh karena itu, kepada yang bersangkutan dikenakan dua pasal sekaligus, yakni Pasal 315 juncto (jo) Pasal 310 KUHPidana. Masing-masing mengatur tentang delik penistaan dan penghinaan di depan umum yang ancaman pidananya maksimum sembilan bulan penjara.
Tentang kasus penganiayaan terhadap Tgk Saiful, polisi baru menetapkan dua orang sebagai tersangka. Keduanya sempat mendekam di sel mapolres beberapa hari, kemudian ditangguhkan penahanan sesuai permohonan keluarga bersama penasihat hukumnya.
Menyikapi penetapan Tgk Saiful sebagai tersangka, Ketua Tim Pembela Muslim (TPM) Aceh, Safaruddin SH, mengatakan, “Sebagai langkah pembelaan dan perlindungan, kami akan segera menyerahkan perlindungan klien kami kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Apalagi kami khawatir akan keselamatannya.”
Safaruddin berpendapat, seharusnya dalam penanganan kasus ini polisi fokus dulu kasus pemukulan yang menimpa Tgk Saiful. Setelah itu, kalau ada pengaduan terhadap Tgk Saiful sebagai terlapor, barulah dilayani dan diproses.
Safaruddin menilai ada keanehan dalam kasus ini. “Kita sangat berharap agar kasus ini tidak dipolitisir, sehingga menimbulkan kesan-kesan yang tidak sedap,” tukasnya.
Begitulah, sejak awal perkara ini memang sudah beraroma politis. Ini dapat kita amati mulai dari awal hingga ke komentar dan pendapat banyak pihak. Umumnya melihat kajadian ini berbau politis. Ada kesan, antara kedua pihak sudah terbangun sikap sentimen jauh sebelum kejadian itu.
Oleh karenanya, sebelum kasus ini lebih jauh melangkah secara hukum, ada baiknya polisi atau siapapun mengambil peran menyelesaikan masalah ini secara damai. Perlu mediator yang cukup cerdas untuk mengingatkan para pihak bahwa untuk kemaslahatan bersama sebaiknya kasus ini memang diakhiri dengan damai.
Kedua pihak harus berbesar hati mencabut pengaduan masing-masing di kepolisian. Kemudian, pihak-pihak lain juga tak perlu “mengipas-ngipas” yang bisa membuat suasana kian panas. Mendinginkan suasana lebih baik daripada memanas-manasi para pihak yang sedang berperkara itu.(serambinews)
Seperti disiarkan harian ini sebelumnya, polisi di Pidie menjelaskan, status tersangka itu dilekatkan kepada Tgk Saiful karena ada orang yang mengadukannya, Tgk Ilyas, anggota DPRK Pidie dari Partai Aceh (PA) yang hadir ketika Saiful berkhutbah. Tgk ILyas merasa dirugikan atas khutbah yang Tgk Saiful sampaikan.
Dari laporan yang disampaikan Ilyas bersama tiga saksi lainnya, maka sudah cukup alasan bagim polisi menetapkan Tgk Saiful sebagai tersangka pelaku penghinaan dan penistaan di hadapan umum. Oleh karena itu, kepada yang bersangkutan dikenakan dua pasal sekaligus, yakni Pasal 315 juncto (jo) Pasal 310 KUHPidana. Masing-masing mengatur tentang delik penistaan dan penghinaan di depan umum yang ancaman pidananya maksimum sembilan bulan penjara.
Tentang kasus penganiayaan terhadap Tgk Saiful, polisi baru menetapkan dua orang sebagai tersangka. Keduanya sempat mendekam di sel mapolres beberapa hari, kemudian ditangguhkan penahanan sesuai permohonan keluarga bersama penasihat hukumnya.
Menyikapi penetapan Tgk Saiful sebagai tersangka, Ketua Tim Pembela Muslim (TPM) Aceh, Safaruddin SH, mengatakan, “Sebagai langkah pembelaan dan perlindungan, kami akan segera menyerahkan perlindungan klien kami kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Apalagi kami khawatir akan keselamatannya.”
Safaruddin berpendapat, seharusnya dalam penanganan kasus ini polisi fokus dulu kasus pemukulan yang menimpa Tgk Saiful. Setelah itu, kalau ada pengaduan terhadap Tgk Saiful sebagai terlapor, barulah dilayani dan diproses.
Safaruddin menilai ada keanehan dalam kasus ini. “Kita sangat berharap agar kasus ini tidak dipolitisir, sehingga menimbulkan kesan-kesan yang tidak sedap,” tukasnya.
Begitulah, sejak awal perkara ini memang sudah beraroma politis. Ini dapat kita amati mulai dari awal hingga ke komentar dan pendapat banyak pihak. Umumnya melihat kajadian ini berbau politis. Ada kesan, antara kedua pihak sudah terbangun sikap sentimen jauh sebelum kejadian itu.
Oleh karenanya, sebelum kasus ini lebih jauh melangkah secara hukum, ada baiknya polisi atau siapapun mengambil peran menyelesaikan masalah ini secara damai. Perlu mediator yang cukup cerdas untuk mengingatkan para pihak bahwa untuk kemaslahatan bersama sebaiknya kasus ini memang diakhiri dengan damai.
Kedua pihak harus berbesar hati mencabut pengaduan masing-masing di kepolisian. Kemudian, pihak-pihak lain juga tak perlu “mengipas-ngipas” yang bisa membuat suasana kian panas. Mendinginkan suasana lebih baik daripada memanas-manasi para pihak yang sedang berperkara itu.(serambinews)
0 comments:
Post a Comment