Populer, praktis, dan menjadi tren di antara pencinta olah raga. Itulah kenapa idiom dalam lingkungan olah raga seolah menjadi fashion atau gaya yang menggejala dalam perbincangan sehari-hari. Kata ‘mandul’, misalnya, acap terlontar saat seseorang tak juga mencetak angka dalam setiap laga yang dijalani. Ketika akhirnya mampu memecahkan kebuntuan, ungkapan ‘pecah telur’ lazim menjadi atribut yang mengiringi panampilannya.
Tidak salah memang karena pecah telur adalah ungkapan hasil transliterasi ‘to break one's duck's egg’, yang sudah menyeruak sejak Era Victorian di sejumlah koran lokal di tanah Britania. Istilah ini dimunculkan sejumlah jurnalis di Inggris sebagai hasil pengasosiasian atau penamzilan pencapaian Prince of Wales dalam sebuah kegiatan kriket di antara koloni Kerajaan Britania di The Royal Pavilion.
Karena tidak juga mampu mencatatkan angka dalam booksheet alias nought dalam pertandingan yang dijalani, ia harus meninggalkan panggung. Dalam invitasi tersebut, seolah ia sedikit frustrasi karena tidak bisa melakukan apa-apa.
Angka zero atau “0” yang jelas terpampang di papan skor pun diasosiasikan bak duck's egg oleh sejumlah jurnalis Inggris pada masa itu dalam laporannya untuk “mengapresiasi” kiprah Prince of Wales. Sebuah metafora sebagai akibat kedekatan jenis unggas ini dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Inggris.
Di sisi lain, koloni-koloni yang hadir dalam kegiatan tersebut memunculkan interpretasi beragam. Prancis menyebutnya ‘l'oeuf’, sementara AS mengenalnya sebagai lay an egg alih-laih goose egg. Semua mengacu pada ketidakberuntungan yang dalam permainan kriket didesain sebagai apendiks dalam scoring sheet batsman karena belum juga menghasilkan inning.
Dalam perkembangannya, frase duck’s egg atau kemudian ditulis duck saja—karena pelesapan salah satu unsurnya dan kepraktisan tak hanya mengacu pada fisiologis angka--mulai populer tak hanya di lingkungan kriket, tapi juga dalam sejumlah cabang olah raga. Fase paceklik tim atau seorang atlet dalam setiap penampilannya karena belum juga menghasilkan gol, begitu kira-kira pengertiannya dan menjadi istilah slang dalam dunia olah raga.
Konsep break one's duck muncul sebagai antitesis dari kiprah si pemain setelah mampu memecahkan streak kebuntuan yang berimbas pada kemenangan. Setelah pecah, telur sebagai perlambang akan kelahiran diyakini membawa kesuburan dan ‘kehidupan baru’ dalam perjalanan selanjutnya.(bolanews.com)
Tidak salah memang karena pecah telur adalah ungkapan hasil transliterasi ‘to break one's duck's egg’, yang sudah menyeruak sejak Era Victorian di sejumlah koran lokal di tanah Britania. Istilah ini dimunculkan sejumlah jurnalis di Inggris sebagai hasil pengasosiasian atau penamzilan pencapaian Prince of Wales dalam sebuah kegiatan kriket di antara koloni Kerajaan Britania di The Royal Pavilion.
Karena tidak juga mampu mencatatkan angka dalam booksheet alias nought dalam pertandingan yang dijalani, ia harus meninggalkan panggung. Dalam invitasi tersebut, seolah ia sedikit frustrasi karena tidak bisa melakukan apa-apa.
Angka zero atau “0” yang jelas terpampang di papan skor pun diasosiasikan bak duck's egg oleh sejumlah jurnalis Inggris pada masa itu dalam laporannya untuk “mengapresiasi” kiprah Prince of Wales. Sebuah metafora sebagai akibat kedekatan jenis unggas ini dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Inggris.
Di sisi lain, koloni-koloni yang hadir dalam kegiatan tersebut memunculkan interpretasi beragam. Prancis menyebutnya ‘l'oeuf’, sementara AS mengenalnya sebagai lay an egg alih-laih goose egg. Semua mengacu pada ketidakberuntungan yang dalam permainan kriket didesain sebagai apendiks dalam scoring sheet batsman karena belum juga menghasilkan inning.
Dalam perkembangannya, frase duck’s egg atau kemudian ditulis duck saja—karena pelesapan salah satu unsurnya dan kepraktisan tak hanya mengacu pada fisiologis angka--mulai populer tak hanya di lingkungan kriket, tapi juga dalam sejumlah cabang olah raga. Fase paceklik tim atau seorang atlet dalam setiap penampilannya karena belum juga menghasilkan gol, begitu kira-kira pengertiannya dan menjadi istilah slang dalam dunia olah raga.
Konsep break one's duck muncul sebagai antitesis dari kiprah si pemain setelah mampu memecahkan streak kebuntuan yang berimbas pada kemenangan. Setelah pecah, telur sebagai perlambang akan kelahiran diyakini membawa kesuburan dan ‘kehidupan baru’ dalam perjalanan selanjutnya.(bolanews.com)
0 comments:
Post a Comment